Rammang‑Rammang adalah gugusan pegunungan karst seluas sekitar 45.000 hektare di Desa Salenrang, Kecamatan Bontoa, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Nama “Rammang‑Rammang” dalam bahasa Makassar berarti “berkabut”, merujuk pada kabut tipis yang sering menyelimuti lembah karst tersebut pada pagi dan senja hari. Kawasan ini terbentuk dari batuan kapur yang mengalami pelapukan dan pelarutan selama jutaan tahun, menciptakan menara‑menara karst tinggi, lembah hijau, dan gua‑gua alami yang spektakuler.
Rammang‑Rammang menyimpan jejak peradaban manusia purba ribuan hingga puluhan ribu tahun lalu. Para arkeolog mencatat lebih dari 40 situs prasejarah dalam kawasan ini, termasuk gua‑gua dengan lukisan tangan dan figuratif hewan. Metode penanggalan uranium-series pada lukisan figuratif babi kutil di Gua Kampung Biku memperlihatkan usia hingga 45.500 tahun, menandai salah satu karya seni tertua di dunia.
Sebelum menjadi objek wisata, titik‑titik karst Rammang‑Rammang sempat dilelang izin tambang marmer dan semen sekitar 2005. Berkat aksi protes masyarakat lokal, pecinta alam, dan akademisi, izin‑izin tersebut dibatalkan, membuka jalan bagi pengembangan ekowisata sejak 2007. Pada 2017, kawasan ini diresmikan sebagai Geopark Nasional dan diajukan ke UNESCO sebagai Geopark Global.
Kampung Berua, desa tradisional di tengah karst, kini dihuni sekitar 15 keluarga yang mengelola usaha sewa perahu, pemandu wisata, dan homestay. Pada 2018, Rammang‑Rammang dikunjungi lebih dari 74.000 wisatawan, dengan dampak ekonomi signifikan bagi desa setempat. Wisatawan dapat menikmati susur Sungai Pute menggunakan perahu tradisional, trekking sawah hijau di lereng karst, serta menjelajahi gua‑gua bersejarah yang kaya nilai arkeologi.